Jumat, 02 Oktober 2015

Menilik Rekrutmen Satpam Profesional





Peran satpam begitu penting sehingga ia dituntut untuk makin profesional dalam memberikan pelayanan pengamanan di lingkungannya bertugas. Kompetensi satpam ditentukan dari awal proses rekrutmen. Bagaimana prosesnya?
Sejarah terbentuknya satuan pengamanan (satpam) di Indonesia bermula saat Kapolri – ketika itu dijabat Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin – mengeluarkan Surat Keputusan Kapolri; No. SKEP/126/XII/1980 tertanggal 30 Desember 1980 Tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan. Selanjutnya, pada 30 Desember 1993, Polri mengukuhkan Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin menjadi Bapak Satpam dan menetapkan hari lahirnya Satpam Indonesia.
Hingga kini telah ada 600 perusahaan jasa keamanan dengan total petugas keamanan lebih dari 800 ribu orang, jauh melebihi personel polisi yang hanya 200 ribu orang. Berita bagusnya, kebutuhan petugas keamanan masih sangat tinggi. “Maraknya kebutuhan jasa pengamanan mendorong Target menawarkan jasa keamanan terpadu bagi masyarakat,” ujar Paskal, sapaan akrab Paskalis Marianus Baylon Ledo Bude, VP Marketing PT Target Kelola Securindo (Target).
Ia mengungkapkan, Target memiliki 2.000 satpam di 60 lokasi proyek yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. “Proyek yang kami tangani antara lain, gedung perkantoran, hotel, apartemen, perbankan, pabrik, dan perumahan,” tuturnya.
Menurut Paskal, tenaga security yang andal tidak hanya bermodal badan kekar dan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah keamanan. Tapi lebih pada kecakapan untuk menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Untuk itu setiap personel security mesti memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjadi tenaga profesional yang tidak saja dapat menjalankan fungsi keamanan (security), melainkan juga mampu melaksanakan fungsi keselamatan (safety) dan pelayanan (service). “Untuk menciptakan tenaga keamanan yang profesional dibutuhkan dari sisi manusia yang berkualitas serta sistem dan peralatan yang mendukung. Kesemuanya harus saling terintegrasi,” tandasnya.
Untuk mendapatkan tenaga security yang andal dan profesional, diperlukan proses rekrutmen yang selektif. Paskal mengatakan, pada umumnya perusahaan jasa keamanan melakukan tahapan seleksi antara lain, cek administrasi, pemeriksaan fisik, uji kesehatan, psikotes, wawancara, pendidikan dan pelatihan, on the job training (OJT), dan penempatan. “Masa kontrak kerja atau penempatan, tergantung klien. Tetapi biasanya mereka dikontrak minimal satu tahun,” imbuh Paskal. Umumnya, perusahaan jasa keamanan menjaring calon tenaga keamanan melalui iklan di media cetak.
Paskal menambahkan, secara teknis tidak ada kendala dalam proses rekrutmen tenaga keamanan di perusahaannya. Namun, ia mengakui, di beberapa perusahaan penyedia jasa keamanan, kendala justru muncul di aspek non teknis, seperti masalah finansial. “Ada perusahaan jasa keamanan yang menerapkan uang jaminan, uang muka, atau uang masuk. Besarannya bervariasi berkisar Rp 250.000 – Rp 2.500.000 per orang,” paparnya.
Aspek non teknis ternyata juga dialami Universal Security Indonesia (USI). Menurut pemiliknya, Poempida Hidayatulloh, USI sempat rugi besar lantaran tidak memungut biaya masuk bagi calon anggota satpam. Rupanya banyak satpam USI yang dibajak perusahaan lain setelah mereka mendapatkan seragam, kartu tanda anggota (KTA), dan perlengkapan satpam lainnya. “Sekarang kami terapkan deposit uang masuk satpam sebesar Rp 500 ribu, untuk membeli seragam dan peralatan. Uang tersebut akan dikembalikan setelah selesai kontrak kerja,” ujarnya.
Mengenai rekrutmen tenaga security, Poempida mengatakan, perusahaannya tergolong memiliki standar rekrutmen yang tinggi, selain mengikuti prosedur peraturan kepolisian. Misalnya, setiap calon satpam diwajibkan melampirkan garansi mengenai asal usul keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Kebijakan ini sengaja diterapkan karena USI merupakan salah satu perusahaan jasa keamaman yang fokus pada jasa angkut uang dan barang berharga. “Karena tugas mereka yang penuh risiko, akhirnya kami pelajari juga lingkungan sekitarnya,” kata suami Fahrina Fahmi Idris ini menjelaskan. Selain itu, satpam USI tidak diperbolehkan memiliki kerabat keluarga yang bekerja di satu perusahaan.
Paskal menimpali, berdasarkan peraturan Kapolri No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah, disebutkan bahwa seseorang bisa diangkat sebagai anggota satpam apabila memenuhi persyaratan yang meliputi: warga negara Indonesia, lulus tes kesehatan dan kesatpaman, lulus psikotes, bebas narkoba, menyertakan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum (SMU), tinggi badan paling rendah 165 cm untuk pria dan 160 cm untuk wanita, dan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 30 tahun.
“Di Target, ada persyaratan tambahan yakni tidak ada varises di kaki, bentuk kaki normal (tidak bentuk O atau X), tidak ada tato di seluruh tubuh, kesehatan gigi baik (tidak ada yang ompong terutama gigi depan), dan kesehatan mata baik (tidak pakai kaca mata),” tutur Paskal. Di sisi lain, Poempida berpendapat, merekrut tenaga satpam saat ini relatif mudah. Apalagi kini banyak orang yang butuh pekerjaan. Menurutnya, yang terpenting adalah perusahaan mengelola kualitas tenaga satpam yang profesional dengan ketentuan key performance indicator (KPI) dan pemberian jenjang karier yang jelas.
Poempida mengungkapkan, KPI satpam di USI antara lain dinilai dari absensi kehadiran, pelaporan keamanan, kedisiplinan, dan prestasi. “Satpam yang memiliki prestasi extraordinary, misalnya menangkap pencuri, akan mendapat nilai tambah,” katanya. Sementara Paskal mengatakan, KPI satpam juga tergantung dari klien. Bahkan, klien ada yang meminta salah satu indikatornya adalah zero incident (kecelakaan nihil) di lingkungan kerjanya. “Di salah satu perusahaan minyak, indeks kecelakaan dinilai 30%. Artinya, kalau ada satu kecelakaan maka kami dipotong biaya 30%,” katanya mencontohkan.
Mengenai jenjang karier, Poempida membeberkan, ada lima tingkatan karier satpam di USI, yaitu: security guard, leader, group leader, supervisor, dan security manager. “Untuk mencapai security manager, seorang satpam biasanya membutuhkan waktu selama 10 tahun,” ujarnya. Ditambahkannya, ada posisi yang disebut project manager. Umumnya mereka adalah mantan TNI atau Polri. “Project manager ini lebih fokus kepada pengembangan bisnis perusahaan dengan mencari project dan klien baru,” lanjutnya. Project manager dibutuhkan pengalaman lebih dari 15 tahun di dunia keamanan.
Paskal menilai, kompetensi tenaga security digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu Gada Pratama, Gada Madya, dan Gada Utama. Gada Pratama merupakan satpam yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai pelaksana tugas satpam. Gada Pratama diberikan pelatihan dengan menggunakan pola minimal 232 jam pelajaran.
Sementara Gada Madya merupakan anggota satpam yang memiliki pengetahuan dan keterampilan manajerial tingkat dasar dengan kualifikasi supervisor petugas satpam. “Pelatihan Gada Madya dilaksanakan menggunakan pola minimal 160 jam pelajaran, dan penambahan jam disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industrial security,” ungkap Paskal.
Sedangkan Gada Utama, merupakan satpam yang memiliki pengetahuan serta keterampilan sebagai manajer atau chief security dengan kemampuan melakukan analisis tugas dan kegiatan, kemampuan mengelola sumber daya serta pemecahan masalah dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Pelatihan Gada Utama dilaksanakan minimal menggunakan pola 100 jam pelajaran. “Untuk kegiatan pelatihan Gada Utama harus dilakukan di Mabes Polri,” tegasnya.
Poempida menyimpulkan, ada tiga faktor dasar pembentukan tenaga keamanan profesional, yakni: attitude (perilaku), knowledge (pengetahuan), dan skill (keterampilan). Faktor perilaku meliputi: Pertama, mencintai, menikmati, dan bangga terhadap pekerjaannya. Kedua, bekerja tuntas, dan mempunyai etos kerja tinggi. Ketiga, tidak pernah berhenti untuk belajar. Keempat, kelayakan untuk dipercaya sebagai anggota security. Kelima, memiliki jiwa melayani dan empathy kepada pelanggan atau tamu. Sementara itu, faktor pengetahuan di antaranya, memiliki pendidikan dasar formal, pendidikan dasar security, dan pendidikan tambahan. Sedangkan faktor keterampilan, security dituntut untuk memiliki kemampuan bela diri yang cukup, kepekaan dalam membaca situasi, dan berkomunikasi yang baik dengan orang lain.
Senin, 15 Februari 2010 -







Tidak ada komentar:

Posting Komentar