Peran
satpam begitu penting sehingga ia dituntut untuk makin profesional dalam
memberikan pelayanan pengamanan di lingkungannya bertugas. Kompetensi satpam
ditentukan dari awal proses rekrutmen. Bagaimana prosesnya?
Sejarah
terbentuknya satuan pengamanan (satpam) di Indonesia bermula saat Kapolri –
ketika itu dijabat Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin –
mengeluarkan Surat Keputusan Kapolri; No. SKEP/126/XII/1980 tertanggal 30
Desember 1980 Tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan. Selanjutnya, pada 30
Desember 1993, Polri mengukuhkan Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin
Djamin menjadi Bapak Satpam dan menetapkan hari lahirnya Satpam Indonesia.
Hingga
kini telah ada 600 perusahaan jasa keamanan dengan total petugas keamanan lebih
dari 800 ribu orang, jauh melebihi personel polisi yang hanya 200 ribu orang.
Berita bagusnya, kebutuhan petugas keamanan masih sangat tinggi. “Maraknya
kebutuhan jasa pengamanan mendorong Target menawarkan jasa keamanan terpadu
bagi masyarakat,” ujar Paskal, sapaan akrab Paskalis Marianus Baylon Ledo Bude,
VP Marketing PT Target Kelola Securindo (Target).
Ia
mengungkapkan, Target memiliki 2.000 satpam di 60 lokasi proyek yang tersebar
di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. “Proyek yang kami tangani
antara lain, gedung perkantoran, hotel, apartemen, perbankan, pabrik, dan
perumahan,” tuturnya.
Menurut
Paskal, tenaga security yang andal tidak hanya bermodal badan kekar dan
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah keamanan. Tapi lebih pada
kecakapan untuk menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Untuk itu
setiap personel security mesti memiliki kemampuan fisik dan mental untuk
menjadi tenaga profesional yang tidak saja dapat menjalankan fungsi keamanan
(security), melainkan juga mampu melaksanakan fungsi keselamatan (safety) dan
pelayanan (service). “Untuk menciptakan tenaga keamanan yang profesional
dibutuhkan dari sisi manusia yang berkualitas serta sistem dan peralatan yang
mendukung. Kesemuanya harus saling terintegrasi,” tandasnya.
Untuk
mendapatkan tenaga security yang andal dan profesional, diperlukan proses
rekrutmen yang selektif. Paskal mengatakan, pada umumnya perusahaan jasa
keamanan melakukan tahapan seleksi antara lain, cek administrasi, pemeriksaan
fisik, uji kesehatan, psikotes, wawancara, pendidikan dan pelatihan, on the job
training (OJT), dan penempatan. “Masa kontrak kerja atau penempatan, tergantung
klien. Tetapi biasanya mereka dikontrak minimal satu tahun,” imbuh Paskal.
Umumnya, perusahaan jasa keamanan menjaring calon tenaga keamanan melalui iklan
di media cetak.
Paskal
menambahkan, secara teknis tidak ada kendala dalam proses rekrutmen tenaga
keamanan di perusahaannya. Namun, ia mengakui, di beberapa perusahaan penyedia
jasa keamanan, kendala justru muncul di aspek non teknis, seperti masalah
finansial. “Ada perusahaan jasa keamanan yang menerapkan uang jaminan, uang
muka, atau uang masuk. Besarannya bervariasi berkisar Rp 250.000 – Rp 2.500.000
per orang,” paparnya.
Aspek
non teknis ternyata juga dialami Universal Security Indonesia (USI). Menurut
pemiliknya, Poempida Hidayatulloh, USI sempat rugi besar lantaran tidak
memungut biaya masuk bagi calon anggota satpam. Rupanya banyak satpam USI yang
dibajak perusahaan lain setelah mereka mendapatkan seragam, kartu tanda anggota
(KTA), dan perlengkapan satpam lainnya. “Sekarang kami terapkan deposit uang
masuk satpam sebesar Rp 500 ribu, untuk membeli seragam dan peralatan. Uang
tersebut akan dikembalikan setelah selesai kontrak kerja,” ujarnya.
Mengenai
rekrutmen tenaga security, Poempida mengatakan, perusahaannya tergolong
memiliki standar rekrutmen yang tinggi, selain mengikuti prosedur peraturan
kepolisian. Misalnya, setiap calon satpam diwajibkan melampirkan garansi
mengenai asal usul keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Kebijakan ini
sengaja diterapkan karena USI merupakan salah satu perusahaan jasa keamaman
yang fokus pada jasa angkut uang dan barang berharga. “Karena tugas mereka yang
penuh risiko, akhirnya kami pelajari juga lingkungan sekitarnya,” kata suami
Fahrina Fahmi Idris ini menjelaskan. Selain itu, satpam USI tidak diperbolehkan
memiliki kerabat keluarga yang bekerja di satu perusahaan.
Paskal
menimpali, berdasarkan peraturan Kapolri No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem
Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga
Pemerintah, disebutkan bahwa seseorang bisa diangkat sebagai anggota satpam
apabila memenuhi persyaratan yang meliputi: warga negara Indonesia, lulus tes
kesehatan dan kesatpaman, lulus psikotes, bebas narkoba, menyertakan surat
keterangan catatan kepolisian (SKCK), berpendidikan paling rendah sekolah
menengah umum (SMU), tinggi badan paling rendah 165 cm untuk pria dan 160 cm
untuk wanita, dan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 30 tahun.
“Di
Target, ada persyaratan tambahan yakni tidak ada varises di kaki, bentuk kaki
normal (tidak bentuk O atau X), tidak ada tato di seluruh tubuh, kesehatan gigi
baik (tidak ada yang ompong terutama gigi depan), dan kesehatan mata baik
(tidak pakai kaca mata),” tutur Paskal. Di sisi lain, Poempida berpendapat,
merekrut tenaga satpam saat ini relatif mudah. Apalagi kini banyak orang yang
butuh pekerjaan. Menurutnya, yang terpenting adalah perusahaan mengelola
kualitas tenaga satpam yang profesional dengan ketentuan key performance
indicator (KPI) dan pemberian jenjang karier yang jelas.
Poempida
mengungkapkan, KPI satpam di USI antara lain dinilai dari absensi kehadiran,
pelaporan keamanan, kedisiplinan, dan prestasi. “Satpam yang memiliki prestasi
extraordinary, misalnya menangkap pencuri, akan mendapat nilai tambah,”
katanya. Sementara Paskal mengatakan, KPI satpam juga tergantung dari klien.
Bahkan, klien ada yang meminta salah satu indikatornya adalah zero incident
(kecelakaan nihil) di lingkungan kerjanya. “Di salah satu perusahaan minyak,
indeks kecelakaan dinilai 30%. Artinya, kalau ada satu kecelakaan maka kami
dipotong biaya 30%,” katanya mencontohkan.
Mengenai
jenjang karier, Poempida membeberkan, ada lima tingkatan karier satpam di USI,
yaitu: security guard, leader, group leader, supervisor, dan security manager.
“Untuk mencapai security manager, seorang satpam biasanya membutuhkan waktu
selama 10 tahun,” ujarnya. Ditambahkannya, ada posisi yang disebut project
manager. Umumnya mereka adalah mantan TNI atau Polri. “Project manager ini
lebih fokus kepada pengembangan bisnis perusahaan dengan mencari project dan
klien baru,” lanjutnya. Project manager dibutuhkan pengalaman lebih dari 15
tahun di dunia keamanan.
Paskal
menilai, kompetensi tenaga security digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu
Gada Pratama, Gada Madya, dan Gada Utama. Gada Pratama merupakan satpam yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai pelaksana tugas satpam.
Gada Pratama diberikan pelatihan dengan menggunakan pola minimal 232 jam
pelajaran.
Sementara
Gada Madya merupakan anggota satpam yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
manajerial tingkat dasar dengan kualifikasi supervisor petugas satpam.
“Pelatihan Gada Madya dilaksanakan menggunakan pola minimal 160 jam pelajaran,
dan penambahan jam disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industrial
security,” ungkap Paskal.
Sedangkan
Gada Utama, merupakan satpam yang memiliki pengetahuan serta keterampilan
sebagai manajer atau chief security dengan kemampuan melakukan analisis tugas
dan kegiatan, kemampuan mengelola sumber daya serta pemecahan masalah dalam
lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Pelatihan Gada Utama dilaksanakan minimal
menggunakan pola 100 jam pelajaran. “Untuk kegiatan pelatihan Gada Utama harus
dilakukan di Mabes Polri,” tegasnya.
Poempida
menyimpulkan, ada tiga faktor dasar pembentukan tenaga keamanan profesional,
yakni: attitude (perilaku), knowledge (pengetahuan), dan skill (keterampilan).
Faktor perilaku meliputi: Pertama, mencintai, menikmati, dan bangga terhadap
pekerjaannya. Kedua, bekerja tuntas, dan mempunyai etos kerja tinggi. Ketiga,
tidak pernah berhenti untuk belajar. Keempat, kelayakan untuk dipercaya sebagai
anggota security. Kelima, memiliki jiwa melayani dan empathy kepada pelanggan
atau tamu. Sementara itu, faktor pengetahuan di antaranya, memiliki pendidikan
dasar formal, pendidikan dasar security, dan pendidikan tambahan. Sedangkan
faktor keterampilan, security dituntut untuk memiliki kemampuan bela diri yang
cukup, kepekaan dalam membaca situasi, dan berkomunikasi yang baik dengan orang
lain.
Senin, 15 Februari 2010 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar