Sabtu, 10 Oktober 2015

APSI BATAM SEGERA GELAR MUSYAWARAH CABANG




APSI BATAM SEGERA GELAR MUSYAWARAH CABANG


DPC APSI Kota Batam segera menggelar Musyawarah Cabang (Muscab) Asosiasi Profesi Sekuriti (APSI) yang rencananya akan di laksanakan pada akhir bulan Oktober 2015. Rencana ini di sepakati oleh peserta rapat koordinasi dan Persiapan Muscab yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015 di meeting room PIH Hotel Batam.

Harmidi Umar Husen selaku penanggung jawab pelaksanaan Muscab menegaskan bahwa momentum Muscab APSI Batam nantinya sangat menentukan eksistensi APSI sebagai organisasi satu-satunya yang menghimpun sekuriti. Momentum ini di tandai dengan telah di tetapkannya perubahan nama organisasi dari yang sebelumnya bernama Asosiasi Manager Sekuriti Indonesia (AMSI) menjadi Asosiasi Profesi Sekuriti Indonesia (APSI) berdasarkan Hasil Munaslub DPP AMSI yang diselenggarakan pada tanggal  28 Oktober sd 01 November 2015 di Park Hotel, Jakarta yang secara substansi memberikan visi yang lebih nyata bagi komunitas sekuriti yang berhimpun di APSI guna mewujudkan profesi sekuriti yang professional serta terjaminnya kesejahteraan tenaga sekuriti.

Harmidi yang serhari-hari adalah Anggota DPRD Komisi I Kota Batam menegaskan bahwa kedepan APSI Kota Batam akan bekerja secara professional dalam menjalankan roda Organisasi sebagaimana amanah yang tertuang pada Pasal 9 Anggaran Dasar tentang tujuan APSI  yaitu :
1.     Meningkatkan kompetensi personil sekuriti melalui pendidikan dan pelatihan.
2.     Menjadi wadah aspirasi anggota Sekuriti di Indonesia.
3.     Menjadi wadah sekuriti di setiap sektor bisnis.
4.     Memberikan advokasi, konsultasi dan pendampingan hukum dalam bidang industrial sekuriti.
5.     Mewujudkan pekerjaan bidang sekuriti sebagai profesi yang dibanggakan, dihargai dan diandalkan.
6.     Menggalang kerjasama antar organisasi sekuriti di tingkat nasional maupun internasional.
7.     Mempromosikan bidang sekuriti menjadi kebutuhan utama bukan pelengkap bagi setiap individu dan perusahaan sehingga tercipta komitmen yang tinggi dari para pimpinan perusahaan terhadap keamanan karyawan maupun perusahaan.
8.     Menghimpun dan menyatukan database personil sekuriti seluruh Indonesia.
9.     Memantapkan hubungan industrial guna mewujudkan ketenangan kerja dan ketenangan usaha.
10.          Meningkatkan rasa kesetiakawanan dan persaudaraan antar anggota profesi sekuriti.


Minggu, 04 Oktober 2015

Mendisiplinkan Karyawan



- Mendisiplinkan Karyawan


Jika kita mendengar kata disiplin kerja sering kali kita menghubungkannya kepada hukuman atau sanksi dan pelanggaran. Tetapi lebih dari itu disiplin memiliki makna yang lebih luas. Disiplin adalah tindakan yang dilakukan seorang atasan untuk membentuk, memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan dalam melaksanakan peraturan dan standar organisasi. Disiplin perlu dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan, yaitu: Pembentukan sikap kendali diri yang positif. Tujuan utama dari disiplin. Seorang karyawan yang memiliki kendali diri positif sangat diharapkan oleh organisasi. Tanpa adanya peraturan pun secara otomatis ia sudah mendisiplinkan diri sendiri. Sebagai contoh, karyawan yang bekerja tetap waktu, sadar untuk menghasilkan produk yang berkualitas tanpa perlu banyak diatur oleh atasannya.

Pengendalian kerja. Agar pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan lebih efektif dan sesuai dengan tujuan organisasi maka dilakukan pengendalian kerja dalam bentuk pemberlakuan peraturan perusahaan, standar dan tata tertib organisasi. Perbaikan sikap. Dilakukan dengan menggunakan kegiatan orientasi, pelatihan, pemberlakuan sanksi, dan sebagainya untuk karyawan yang dirasakan belum memenuhi standar dan peraturan perusahaan. Mc Gregor (1967), menjelaskan dalam bukunya, bahwa disiplin akan bekerja dengan baik apabila memenuhi empat prinsip yang disebutnya sebagai Prinsip Tungku Panas (The Hot Stove Rule), yakni: Adanya pemberitahuan awal bagi para karyawan mengenai hal-hal yang terkait dalam disiplin kerja, sebelum mereka melakukan tindakan indisipliner. Beberapa penerapan yang dapat dilakukan manajer adalah dengan memberikan orientasi mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk para karyawan baru, distribusi peraturan perusahaan untuk semua karyawan dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Segera, merupakan prinsip kedua. Dampak dari tindakan indisipliner yang dilakukan seorang karyawan akan efektif jika sesegera mungkin didapatkan oleh yang bersangkutan.

Semakin cepat tindakan yang diberikan oleh atasan kepada karyawan tersebut, semakin efektif penerapan disiplin yang dilakukan. Prinsip ketiga adalah konsisten, perlakuan yang adil atas pendisiplinan karyawan dalam bentuk konsistensi tindakan akan berpengaruh terhadap efektivitas disiplin kerja. Yang terakhir adalah impersonal, bahwa tindakan disiplin akan melihat kepada apa yang dilakukan oleh karyawan, bukan kepada siapa yang melakukannya. Peraturan yang ada berlaku atas seluruh lapisan organisasi,mulai dari top management sampai dengan para pelaksana. Keempat prinsip di atas menjadi dasar penerapan disiplin yang akan dilakukan oleh seorang atasan terhadap para bawahannya. Selanjutnya, berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan seorang atasan dalam menerapkan tindakan disiplin bagi karyawan bermasalah: 

1.      Mengumpulkan informasi Faktor-faktor di bawah ini perlu menjadi pertimbangan atasan sebelum mendisiplinkan bawahan. Keseriusan persoalan yang dihadapi. Seberapa fatal akibatnya bagi organisasi. Apa dampak dari perbuatan karyawan tersebut terhadap lingkungan kerja . Jangka waktu persoalan tersebut. Prinsip pertama di atas menjelaskan bahwa disiplin akan efektif jika sesegera mungkin dilakukan kepada karyawan yang bermasalah tersebut. Frekuensi dan kejelasan persoalan yang terjadi. Apakah persoalan ini sering terjadi. Apakah karyawan lain pernah melakukan persoalan yang sama. Pernahkan persoalan tersebut dicoba untuk diatasi. Sejarah karyawan yang bemasalah. Lama kerja, sejarah promosi, keadaan ekonomi, imbal jasa yang didapat, pelatihan yang pernah didapat, dan informasi lain yang berkaitan dengan karyawan tersebut sangat bermanfaat bagi tindakan yang akan dilakukan. Tindakan apa saja yang pernah diberikan kepada yang bersangkutan atas persoalan tersebut. Lingkungan kerja. Sarana kerja, kemutakhiran peralatan, hubungan antar karyawan dan sebagainya perlu juga diperhatikan sebagai informasi dan pertimbangan. Wewenang yang dimiliki oleh atasan yang bersangkutan apakah sesuai dengan keputusan yang akan dikeluarkan. Dampak dari tindakan yang akan diberikan terhadap kinerja organisasi. Dukungan manajemen. Apakah atasan mendapat dukungan dari manajemen.
2.       Melakukan pembicaraan secara individu. Sasaran atasan dalam mendisiplinkan karyawan adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja sesuai peraturan, bukan untuk membuat malu karyawan tersebut. 
3.      Spesifik terhadap persoalan yang ada. Kejelasan akan persoalan yang terjadi perlu spesifik mencakup : apa, kapan terjadi, dan siapa saja yang terlibat. 
4.      Memperhatikan faktor non verbal seperti : kejelasan bicara, bahasa tubuh. Atasan harus menyelaraskan faktor non verbal tersebut dengan situasi yang ada. 
5.      Tetap mempertahankan prinsip impersonal. Mendisiplinkan karyawan selalu mengarah kepada peningkatan sikap yang baik. Pendisiplinan bukan dilakukan dengan melihat siapa yang melakukan tetapi persoalan apa yang perlu diselesaikan. 
6.       Menjadi pendengar yang baik. Di dalam mendisiplinkan karyawan, atasan sebaiknya tidak emosional dan tetap memegang kendali.
7.      Mencari jalan keluar bersama. Meliputi komitmen bersama dengan meminta pertanggung jawaban karyawan dan mendiskusikan tindak lanjut yang perlu dilakukan. 
8.       Memberikan tindakan sesuai dengan persoalan yang terjadi. Displin bertahap atau progresif menjelaskan perlunya pendisiplinan secara bertahap, dimulai dari yang lebih halus seperti teguran lisan sampai dengan pemberian skorsing. Di samping itu pemberian tindakan disesuaikan dengan konsekuensi yang layak dengan apa yang dilakukan, sesuai dengan peraturan organisasi. 
9.       Memberikan catatan-catatan terhadap apa yang dibicarakan. Informasi-informasi yang ada sebaiknya tercatat sehingga dapat digunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. 
10.   Mendapatkan kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama akan tindakan yang akan dilakukan oleh atasan perlu ada, untuk menumbuhkan rasa aman dan percaya bawahan akan keadilan yang diperolehnya. 
11.  Memonitor tindak lanjut dari tindakan tersebut. Tindakan disiplin yang diberikan oleh atasan bukan merupakan hasil akhir dari suatu persoalan, melainkan suatu awal dari proses peningkatan kualitas kerja karyawan. Oleh karena itu atasan perlu memonitor hasil tindak lanjut tersebut.

SEJARAH SATPAM INDONESIA & ASOSIASI SEKURITI





Bapak Satpam Indonesia, Jend. Pol. (P) Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA pada awal tahun 2000 mencetuskan ide perlunya sebuah wadah untuk mengakomodir dan mengembangkan kompetensi security manager di Indonesia. Beliau kemudian mencetuskan nama ‘Asosiasi Manager Security Indonesia’ dan merekomendasikan terbentuknya AMSI kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia saat itu, Jend. (Pol) Roesdiharjo. Kapolri mengambil langkah cepat dengan mengirimkan Telegram Rahasia (TR) ke seluruh Kepala Kepolisian Daerah untuk menginisiasi lahirnya AMSI di daerah-daerah.

Pada bulan April 2000, terbentuklah AMSI Jakarta dan Sekitarnya (AMSI JAYA) serta AMSI Sumatera Utara. Kedua lembaga ini kemudian melakukan lokakarya pada 16 September 2000 merumuskan lahirnya Badan Pengurus Pusat Asosiasi Manager Security Indonesia. Lokakarya yang difasilitasi oleh Kasubditbinkamsa Ditbinmas Deops Polri ini kemudian berlanjut pada 14 Februari 2001 dengan menunjuk 5 orang fasilitator yang bertugas mempersiapkan berdirinya Badan Pengurus Pusat Asosiasi Manager Security Indonesia. Kelima orang tersebut adalah : H. A. Azis Said, SE (PT Astra Internasional), William Buntoro, MBA (KOMPAS Gramedia), H. Ir. Roni Djunaidi (Panasonic Gobel), L. W. Baltissen (Indocement), dan Kombes Pol (P) Drs. S.P.G. Munthe.

Kelima formatur ini kemudian merumuskan struktur organisasi, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, serta Visi dan Misi Asosiasi Manager Security Indonesia. Asosiasi Manager Security Indonesia (AMSI) kemudian dideklarasikan pada 9 Juli 2001 di Hotel Kartika Chandra Jakarta. Asosiasi Manager Security Indonesia kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kapolri No. 500/VI/2002 tanggal 28 Juni 2002



Setelah 13 tahun berkiprah di dunia sekuriti, AMSI yang eksis di industrial security sudah diakui oleh komunitas sekuriti di Indonesia, akhirnya nama Asosisasi Manager Sekuriti Indonesia (AMSI) kembali pada pendirian pertama yaitu Asosiasi Profesi Sekuriti Indonesia (APSI) dalam Munaslub pada tanggal 28 Oktober sd 01 November 2015 di Park Hotel, Jakarta.

Menurut Ketua Umum APSI H. A. Azis Said, SE ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perubahan AMSI menjadi APSI, yaitu personil satpam, yang terdiri dari anggota sekuriti, supervisor dan chief/ manajer kesatpaman, belum memiliki wadah untuk menyalurkan aspirasinya.

Alasan lainnya adanya kerancuan pengertian antara manajer sekuriti dengan manajer kesatpaman, dimana sebagian besar anggota AMSI di daerah, yang disebut manajer sekuriti ternyata adalah manajer kesatpaman.
Perbedaan antara manajer kesatpaman dan manajer sekuriti dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut : a. Manajer kesatpaman hanya bertanggung jawab menangani pengamanan phisik perusahaan saja sedangkan manajer sekuriti, selain aspek phisik, juga bertanggung jawab atas pengamanan non phisik, seperti pengamanan informasi, personil, hubungan industrial, manajemen resiko (Risk management), pemberdayaan masyarakat (Community development) dan lain sebagainya.

Sedangkan manajer kesatpaman wajib mengikuti pelatihan Gada Utama agar dalam mengoperasikan tim sekuriti di perusahaan, memiliki kewenangan kepolisian terbatas dan memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Satpam, sedangkan manajer sekuriti tidak wajib namun ada baiknya mengikuti pelatihan ini mengingat manajer sekuriti di Indonesia kebanyakn tidak memiliki pendidikan formal dibidang sekuriti. Pelatihan untuk manajer sekuriti, saat ini sedang dirintis oleh APSI, dimana nama pelatihannya adalah “Industrial Security Manager Training” atau “Security Manager Training” sertifikatnya dikeluarkan langsung oleh APSI.
Alasan berikutnya adalah pekerja dibidang sekuriti baik tingkatan manajer, konsultan, pelaksana, akan diarahkan menjadi profesi yang dapat memperoleh sertifikasi kompetensi.

Berubahnya AMSI menjadi APSI, tambah Azis, juga ikut merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Visi dan Misi. Visi APSI : Mengembangkan industrial sekuriti Indonesia menjadi lebih profesional dan diakui pemangku kepentingan.

Sedangkan misi-misinya adalah:
 1) Mengembangkan sistim dan manajemen sekuriti di Indonesia.
 2) Menjadi mitra Polri dalam mengembangkan regulasi dan implementasi bidang sekuriti di Indonesia. 
3) Menjadikan profesi sekuriti sebagai bidang pekerjaan yang diakui, dihargai dan diminati. 
4) Meningkatkan profesionalisme personil sekuriti melalui pendidikan dan pelatihan.
 5)  Mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran sekuriti bagi setiap individu dan perusahaan terhadap bidang sekuriti. 
6) Menggalang kerjasama dengan komunitas sekuriti regional dan internasional. 
7) Memperjuangkan hak-hak personil sekuriti perusahaan sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan dan Polri.
 8)  Mengupayakan pekerjaan dibidang sekuriti menjadi profesi sekuriti.

Dengan perubahan AMSI menjadi APSI, maka keanggotaannya tidak hanya manajer sekuriti perusahaan saja, tetapi menjadi lebih luas cakupannya, termasuk manajer kesatpaman supervisor satpam, pelaksana satpam, konsultan pengamanan dan pakar sekuriti.

APSI sebagai partner Polri akan terus berkembang dan berperan aktif dalam memajukan Industrial security di Indonesia, menciptakan keamanan dan ketertiban di lingkungan perusahaan atau industry serta mengupayakan personil sekuriti di Indonesia menjadi lebih profesional.APSI dan organisasi lain dibidang sekuriti masih terus dikembangkan melalui  pembinaan oleh Polri yang lebih baik, sesuai dengan Undang-undang no 2 tahun 2002. Pembangunan Indonesia kedepan memerlukan tidak hanya Polri yang profesional, tetapi juga sekuriti yang handal dan profesional.