Pengembangan SATPAM dan Manajer
Sekuriti Profesional
Oleh : Jend. (Pol) Purn. Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA
Sejak dahulu kala, lama sebelum lahirnya kepolisian modern oleh Robert Peel, pengamanan atas diri, keluarga dan harta benda telah dilakukan oleh anggota masyarakat sendiri, yang sekarang dikenal dengan istilah “private security” atau “pengamanan swakarsa”. Sekarang, Pengamanan demikian disebut pengamanan di sektor tradisional. Dalam abad ke XX berkembang pengamanan sektor modern, yang disebut “industrial security” atau “security” saja.
Oleh : Jend. (Pol) Purn. Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA
Sejak dahulu kala, lama sebelum lahirnya kepolisian modern oleh Robert Peel, pengamanan atas diri, keluarga dan harta benda telah dilakukan oleh anggota masyarakat sendiri, yang sekarang dikenal dengan istilah “private security” atau “pengamanan swakarsa”. Sekarang, Pengamanan demikian disebut pengamanan di sektor tradisional. Dalam abad ke XX berkembang pengamanan sektor modern, yang disebut “industrial security” atau “security” saja.
Setelah lahirnya kepolisian modern atau public police yang umumnya bertugas di bidang pemeliharaan keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat dan penegakkan hukum yang mencakupi represif (bila kejahatan telah terjadi), preventif, mencegah terjadinya kejahatan dan kerugian (crime and loss prevention) serta pre-amptif atau “indirect prevention” di Indonesia dikenal dengan sebutan pembinaan masyarakat (lihat UU No. 2, Tahun 2002), agar masyarakat taat dan patuh hukum. Bidang preventif dan pembinaan masyarakat sebenarnya lebih penting dari bidang represif.
Partisipasi masyarakat, terutama di sektor modern (industrial security) sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara nasional yang merupakan syarat agar masyarakat dapat berkarya secara produktif. Tanpa produktivitas terutama di bidang usaha, maka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak akan terjadi. Sesuai amanat nenek moyang bangsa Indonesia yang menjadi doktrin Polri : Tata Tentrem Kerta Raharja. Tanpa tata (orde) tidak ada tentrem (keamanan), tanpa keamanan tidak mungkin masyarakat berkarya produktif, tanpa karya jangan harap ada raharja (kesejahteraan).
Perkembangan Pengamanan Swakarsa di Indonesia
Praktek pengamanan swakarsa, swadaya dan swadana oleh masyarakat untuk lingkungannya sendiri terus berjalan sejak dahulu, dalam bentuk ronda kampong yang kemudian diatur sebagai sistim keamanan lingkungan (siskamling). Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, seluruh rakyat secara spontan ikut perjuangan mempertahankan kemerdekaan, baik dalam kesatuan bersenjata, dapur umum, palang merah, dan lain-lain yang kemudian dikenal dengan Sistim Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Sekarang Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta, tercantum dalam UUD 1945. Pada masa revolusi fisik tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada tanggal 1 Juli 1946 dinyatakan sebagai Kepolisian Nasional dan berada di bawah Presiden.
Sejak pengakuan kedaulatan RI akhir tahun 1949, Polri mengkonsolidasi diri dari Kepolisian RIS, kembali kepada Kepolisian Nasional RI dan mengutamakan fungsi preventif dan Binmas yang tercermin dalam organisasi Polri. Polri membentuk Badan Pembinaan Kepolisisan Khusus (Babin Polsus) dan Badan Pembinaan Keamanan Rakyat (Babin Kamra) di tingkat Mabes. Untuk mengatur keadaan yang berkembang waktu itu, dibentuk antara lain Polsus Bank, Polsus Kereta Api, Polsus Kehutanan. Hansip )terjemahan “Civil Defense”) telah berkembang sebagai “Standing Force” sampai ke Tingkat Kecamatan, jadi beda dengan arti “Civil Defense” yang ada organisasi internasionalnya (international Civil Defense Organization – ICDO). Karena sudah merupakan kenyataan di Departemen Pertahanan dan Keamanan dibentuk Pusat Hansip (Kapolri Sutjipto Judodihardjo, sebelum menjabat Kapolri adalah Kapus Hansip) dan diadakan pembagian tugas pembinaan antara TNI-AD dan Polri. Hansip di bawah pembinaan AD, disebut Hansip – Wanra (Perlawanan Rakyat) dan dibentuk Polri disebut Hansip – Kamra (Keamanan Rakyat).
Setelah 1950-an, banyak badan usaha bermunculan termasuk swasta asing. Mereka mengamankan lingkungannya sendiri. Sudah ada yang menyebut istilah Satpam (Satuan Pengamanan), bahkan sudah ada 6 (enam) badan usaha jasa yang menyewakan tenaga Satpam. Kapolri waktu itu ingin menjabarkan “security awareness” pada pemilik dan pimpinan perusahaan dengan mengadakan Satpam dalam perusahaan masing-masing (in-house security), maka bersama Pangkopkamtib, Kapolri mengusulkan kepada ke-enam pemilik usaha penyewaan tenaga Satpam, agar mengganti bidang usahanya menjadi badan usaha perdagangan alat keamanan, angkutan uang dan kertas berharga atau pelatihan tenaga Satpam. Walaupun ke-enam pemilik badan usaha itu, 5 purnawirawan AD dan 1 purnawirawan Polri kecewa dengan “pembubaran” badan usaha penyewaan Satpam, mereka memahami dan mengikuti saran Kapolri dan Pangkopkamtib.
Sampai permulaan 1980-an, istilah Kepolisian Khusus (Polsus), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Satuan Pengamanan (Satpam) belum ada kesamaan pengertiannya. Maka, dengan SK Kapolri No. Pol : SKEP/126/XII1980, tanggal 30 Desember 1980 ditetapkan Pola Pembinaan Satpam, yang sampai sekarang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Satpam Indonesia. Dalam Pola Pembinaan Satpam tersebut dijelaskan perbedaan Satpam dan Polsus. Walaupun demikian, waktu itu belum pula jelas perbedaan antara Polsus dengan PPNS. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) baru jelas kedudukan dan tugasnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Tahun 1981. Secara lebih jelas Polsus, PPNS dan bentuk-bentuk pengamanan Swakarsa (termasuk industrial security dengan Satpam) diatur dalam UU No. 2, tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam KUHAP, Polri ditugaskan untuk mengkoordinasi, mengawasi PPNS.
Dalan UU No.2, tahun 2002 pasal 2 dijelaskan tentang fungsi kepolisian dan pasal 3 tentang pengemban fungsi kepolisian adlan Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu oleh : 1. Kepolisian Khusus, 2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan 3. Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa. Menurut UU No. 2, Tahun 2002 tersebut yang masuk ruang lingkup bentuk-bentuk pengamanan swakarsa, tidak hanya siskamling dan Industrial Security dengan Satpam, tetapi juga Badan Usaha Jasa Pengamanan.
Pasal 14 (1) f dinyatakan Polri bertugas :
“Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa”.
(1) Tata Cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Baru pada tanggal 12 Maret 2012 keluar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43, tahun 2012, tentang “Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa. Tujuannya adalah “untuk meningkatkan kerjasama, serta untuk menjamin agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”, mengenai Pam Swakarsa, PP No. 43, tahun 2012, pasal 19 ayat (1) Pembinaan teknis terhadap Pam Swakarsa yang aada pada instansi, badan, lembaga pemerintah atau non pemerintah melalui :
a.Pendidikan dan latihan personil Satuan Pengamanan (Satpam);
b.Pelatihan Kelompok Masyarakat Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat;
c.Pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan petugas;
d.Pelatihan ketrampilan penggunaan per4alatan khusus pengamanan;
e.Penyegaran, dan seminar/workshop di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan; dan
f.Bimbingan dan penyuluhan kesadaran hukum masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan dan kompetensi terhadap Pam Swakarsa sebagai dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 2, tahun 2002 dan
Peraturan Pemerintah No. 43, tahun 2012, sekiranya Polri cq Dit Binmas,
Kabaharkam Polri, sepanjang mengenai Polsus dan Pam Swakarsa, segera
menginventarisasi dan evaluasi pelaksanaan UU No. 2, tahun 2002 dan PP No. 43,
tahun 2012 dari Mabes, Polda, Polres dan Polsek. Seperti yang telah
berkali-kali saya sarankan agar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No. 24, tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi,
Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah segera disempurnakan dengan
melihat keadaan nyata di lapangan serta pengetahuan, peran dan tugas kesatuan
dari Pejabat Polri yang bersangkutan. Mengenai Satpol PP agar segera dinyatakan
sebagai Polsus dengan Peraturan Presiden, karena PP No. 43, tahun 2012 dengan
tegas menyatakan dlaam pasal 20 :
“Satuan atau kelompok pengamana yang tidak berkedudukan sebagai Polsus, PPNS dan/atau Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa, tidak berwenang menjalanakan fungsi kepolisisan/tindakan kepolisian”.
Pengelolaan SATPAM dan Manajer Sekuriti Profesional
Di negara maju, baik pejabat pemerintah atau swasta umumnya adalah professional. Secara umum pula seorang professional adalah seseorang yang mendapat pendidikan, pelatihan khusus atau berpengalaman untuk pejabat tertentu dan tunduk kepada kode etik profesinya. Ini tercermin dari sikap dan perilaku dalam pelaksanaan tugas.
“Satuan atau kelompok pengamana yang tidak berkedudukan sebagai Polsus, PPNS dan/atau Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa, tidak berwenang menjalanakan fungsi kepolisisan/tindakan kepolisian”.
Pengelolaan SATPAM dan Manajer Sekuriti Profesional
Di negara maju, baik pejabat pemerintah atau swasta umumnya adalah professional. Secara umum pula seorang professional adalah seseorang yang mendapat pendidikan, pelatihan khusus atau berpengalaman untuk pejabat tertentu dan tunduk kepada kode etik profesinya. Ini tercermin dari sikap dan perilaku dalam pelaksanaan tugas.
Naskah singkat ini memprioritaskan professionalisme Satpam dan Manajer Sekuriti, karena tenaga yang dapat dimasukkan kelompok sekuriti lebih banyak, seperti Konsultan Teknik Sekuriti, Konsultan Manajemen Sekuriti, body guards, private detective, dan lain-lain yang juga harus professional.
Dengan SK Kapolri No. Pol : SKEP/126/XII/1980, tanggal 30 Desember 1980, tentang Pola Pembinaan Satpam, SKEP Kapolri No. Pol : SKEP/73/IV/1981, 11 April 1981 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Satpam, SKEP Kapolri No. Pol.: SKEP/74/IV/198, tentang Pakaian Seragam Satuan-satuan Pengamanan, kemudian tentang Registrasi, tentang Senjata Api, tentang Pendidikan, dan lain-lain serta Peraturan Kapolri No. 24, tahun 2007, tentang Sistim Manajemen Pengamanan telah diarahkan ke Profesionalisme Satpam. Seperti dinyatakan di atas agar lebih terarah pengembangannya, maka PerPres No. 24, tahun 2007 disarankan segera disempurnakan.
Terkait dengan pengembangan profesionalisme Manajer Sekuriti telah didirikan Asosiasi Manajer Sekuriti Indonesia (AMSI) yang sekarang telah memiliki Cabang di seluruh Indonesia.
Kajian Ilmu Kepolisian – Universitas Indonesia (KIK-UI) telah menyelenggarakan bidang studi kekhususan Manajemen Sekuriti dan telah melahirkan ratusan Magister dan 10 Doktor dalam Ilmu Kepolisian. KIK-UI telah mempelopori pendidikan Manajemen Sekuriti, sedangkan di banyak negara maju Manajemen Sekuriti bukan hanya kekhususan dari Ilmu Kepolisian, tetapi telah merupakan program studi tersendiri dengan memberi gelar Master dalam Security Management. Edith Gowan University di Perth, Australia telah mengadakan program doctor di Fakultas Teknik dalam Security Technology. Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (ABUJAPI) telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Satpam sebagai badan usaha tersendiri dan dengan demikian ikut bertanggung jawab dalam pembinaan tenaga Satpam yang professional.
Dengan UU No. 2, tahun 2002 dan PP No. 43, tahun 2012 Polri pengemban tugas yang penting namun berat dalam perkembangan tenaga Satpam dan Manajer Sekuriti yang professional di Indonesia. Untuk itu Polri telah memperkuat Direktorat Pembinaan Masyarakat pada Baharkam Polri sebagai komando fungsional di bidang Pam Swakarsa dan Polsus mengganti Biro Bimmas (Bimbingan Masyrakat) pada Deputi Operasi sebelumnya.
Dit Binmas Baharkam Polri dengan bekerja sama dengan AMSI dan ABUJAPI serta badan Sertifikasi Profesi (yang dibentuk dengan PP No. 23, tahun 2004) harus mulai mengkaji Standar Kompetensi Profesi Satpam agar nantinya dapat sertifikasi kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan/atau internasional. Setelah menkaji standar kompetensi profesi Satpam, perlu pula segera dikaji Standar Kompetensi Manajer Sekuriti Indonesia. Untuk itu studi banding saling tukar pengalaman dan informasi dengan negara lain, terutama dengan negara ASEAN, seperti Seminar dengan Malaysia yang diselenggarakan sekarang ini perlu dilanjutkan dan ditingkatkan.
Penutup
Telah banyak yang dilakukan Polri bersama AMSI dan ABUJAPI di bidang sekuriti di Indonesia, namun seperti diuraikan di atas masih sangat banyak yang perlu dipelajari, dikaji untuk disempurnakan. Tanggung jawab institusional ada pada Polri, karena itu Polri harus mempersiapkan perwira-perwira untuk mempelajari Security Management, yang telah dirintis KIK-UI, karena tugas koordinasi, pengawasan, apalagi pembinaan teknis di bidang Pam Swakarsa, termasuk Satpam dan Manajemen Sekuriti, tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan industrial security yang memadai.
Bandung, 4 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar